Selisih suara
antara kubu yang menginginkan Inggris tetap bergabung dalam Uni Eropa dan kubu
yang menginginkan keluar dari blok itu dalam referendum yang digelar pada Kamis
(23/06) kurang dari 5%.
Fakta itu, kata
peneliti pada Lembaga Perubahan Sosial, Universitas Manchester, Dr Gindo
Tampubulon, menimbulkan perpecahan semakin terasa antara kedua kubu usai
referendum.
"Jadi
banyak juga yang tak begitu senang, kecewa dan khawatir. Di tempat-tempat sini,
dengan kubu ke luar yang menang dalam referendum, sebagian dengan alasan
imigrasi, membuat orang-orang imigran merasa tak begitu aman.
"Dan
ada beberapa insiden yang berbau rasial, seperti kita baca di koran, dan di
sekitar sini juga, mulai ada," katanya dalam wawancara dengan wartawan BBC
Indonesia, Rohmatin Bonasir pada Senin (27/06).
Di
antara insiden yang berbau rasis adalah dugaan adanya grafiti dan kartu yang
berbunyi "Tak ada lagi kutu Polandia" yang dikirim ke rumah-rumah.
Imigran menjadi
salah satu tiket penggaet suara bagi kubu yang menginginkan Inggris keluar dari
Uni Eropa dengan alasan jumlah mereka terlalu banyak, terutama dari
negara-negara Eropa timur yang menjadi anggota Uni Eropa.
Mereka
berpendapat arus imigran dapat dibendung jika Inggris keluar dari blok Uni
Eropa karena tak akan terikat prinsip pergerakan manusia secara bebas
sebagaimana ditetapkan Uni Eropa.
"Di sisi
orang yang menang dan merasa menang karena dibenarkan pandangannya tentang
imigran itu mengungkapkan dengan cara yang tak begitu nyaman buat imigran.
Banyak yang merasa mereka boleh menyuruh orang pulang semata-mata karena orang
itu tidak berkulit putih," jelas Gindo.
Namun tak semua
pendatang yang merasa terlalu khawatir dengan kondisi keamanan usai referendum.
Zukni -seorang
warga Indonesia yang bergerak di usaha layanan angkutan mobil mewah- misalnya,
mengaku belum menyaksikan atau mengalami insiden apa pun sejauh ini.
"Secara
umum saya belum bisa merasakan apa-apa yang menjadi efek langsung sekarang dari
saya yang berdomisili di sini (London) menyangkut kehidupan sehari-hari,"
tutur Zukni.
Bagaimanapun ia
tak menafikan kemungkinan dampak bagi para pendatang.
"Ke depan
mungkin saya rasa akan ada perbedaan, misalkan dunia usaha atau mungkin kita
sebagai orang-orang pendatang yang mungkin nanti akan ada efeknya."
Menurut dosen
senior di SOAS, Universitas London, Dr Ben Murtagh, isu imigran dimainkan
secara tak bertanggung jawab oleh sejumlah politikus.
"Sebenarnya
Inggris Raya perlu imigran datang ke sini karena sebenarnya tidak cukup orang
muda di negara ini jadi perlu imigran supaya ekonomi bisa lebih kuat,"
jelasnya dalam wawancara melalui sambungan telepon.
Sumber : BBC Indonesia